"politics without principle, wealth without work, pleasure without conscience, knowledge without character, commerce without morality, science without humanity, worship without sacrifice." (Seven Social Sins, Mahatma Gandhi - 1925).

Rabu, 16 November 2011

Nasionalisme Kini

Dalam memerjuangkan negara republik Indonesia, kita dihadirkan pada kesadaran pentingnya arti pengorbanan. Nasionalisme yang selama ini dibunyikan dalam kehidupan, bernada Soekarnoisme. Nasionalisme bukan kebencian  pada bangsa lain (xenophobia). 




Namun adakah wajah baru nasionalisme yang menunjukkan dirinya sebagai cara mencintai bangsa dan negaranya sebagai bentuk elan perjuangan mencapai kesejahteraan, adil dan beradab? 

Banyak nian jawaban yang bisa diberikan untuk menambah keterangan mengenai hal tersebut. Namun adakah jawaban itu memungkinkan kita bisa melihat kenyataan saat ini yang penuh keterbukaan pada kemelaratan dan ketimpangan, khususnya dalam lapangan ekonomi?

Berdasarkan pandangan itulah, maka perlu kiranya mengupas persoalan nasionalisme yang tengah terjadi saat ini. Setidaknya setelah reformasi yang di dalamnya terdapat pemahaman baru mengenai arti mencintai bangsa dan negara. Bagian ini akan mengulas pokok persoalan dalam kerangka bernasionalisme yang mengalami krisis.

Nasionalisme Dulu
Antagonisme politik menentang adanya penjajahan dan penindasan oleh bangsa lain, diwujudkan dalam suatu tekad bersama, merdeka. Kemerdekaan yang memekik keras mengilhami semangat antikolonialisme dan imperialisme. Kesadaran bahwa dengan kebodohan tiada mungkin bisa melawan suatu bangsa penjajah yang lebih maju. Manakala tiba waktunya berdirilah lembaga pendidikan oleh kaum pribumi untuk melawan kebodohan. Melawan kebodohan bisa diartikan sebagai cara menentang penjajahan. Misal Trikoro Dharmo, Budi Utomo, Taman Siswa dan sebagainya itu merupakan alat untuk mendidik rakyat agar mengerti ilmu pengetahuan dan sadar bahwa ada cita-cita yang harus diperjuangkan.[1]
 
Namun tidak hanya itu, ada kekuatan yang sebelumnya memiliki pengaruh yang cukup kuat dan berakar pada alam kehidupan rakyat. Suatu jenis ilmu pengetahuan agama yang ditanam dalam hati sanubari umat islam di berbagai pelosok baik Sumatera, Jawa, Madura, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Pendidikan agamalah yang menolong rakyat pribumi hingga terbuka lah mata pada masa depan dirinya sebagai manusia yang tengah dijajah. 

Bagaimanakah cara pendidikan menyadarkan rakyat bahwa dirinya tengah dijajah? Pendidikan merupakan sarana tidak langsung dalam menegaskan bahwa ada kedaulatan yang dirampas. Ada yang dimiliki namun dihilangkan karena kepentingan pada keserakahan untuk menguasai kekayaan alam dan sumber daya kemanusiaan. 

Benedict Anderson dalam penelitiannya Revolusi Pemuda,[2] menjelaskan bahwa masuknya jepang ke indonesia dibantu karena adanya lembaga pendidikan, pesantren. Di Jepang, model pendidikan semacam ini bernama Dojo. Sehingga artikulasi perlawanan terhadap penjajahan bisa memungkinkan adanya kerjasama antara Jepang dan pribumi santri. Bukan berarti kaum santri bekerjasama dengan jepang untuk menjajah bangsa sendiri, melainkan untuk mengembangkan kekuatan militansi melawan Belanda. Setelah militansi terbentuk karena pendidikan ketentaraan oleh jepang, maka kekuatan itu digunakan untuk mengusir Jepang.

Setidaknya inilah sebagian yang sangat kecil pembacaan tentang semangat melawan penjajahan. Nasionalisme berbentuk ekspresi perlawanan terhadap kedzaliman menentang pembodohan dan penindasan oleh bangsa lain. Meski demikian, ada kerjasama penjajah dengan pihak pribumi sendiri untuk mendapatkan keuntungan pribadi yang sesaat hingga pada akhirnya, hubungan antarpribumi yang dijajah terjadi perpecahan.

Perpecahan antarpribumi karena diadu domba melalui politik devide et impera, memecah dan kuasai digunakan untuk memperlemah kekuatan perlawanan terhadap penjajah. Perasaan keterjajahan sedemikian kuat itulah yang menyebabkan terbuka lebar mata dan hati untuk tidak mau terus-menerus dalam kurungan kolonial. Mendidik sebagai cara yang tepat untuk mempercepat kesadaran tersebut. 

28 Oktober 1928 sebagai titik tolak kesadaran berbangsa dan bernegara. Kristalisasi kesempatan para pemuda untuk menegaskan identitasnya sebagai bangsa yang bersatu dan merdeka. Menegaskan haknya sebagai bagian dari kebudayaan yang beragam. Dari sabang sampai merauke, terbuka jalan menyatukan keragaman itu menjadi, berbangsa satu, tertanah air satu, berbahasa satu sebagai ciri kesadaran nasional dan perkembangan lebih lanjut nasionalisme. 

Sebagai ciri lanjutan tentang pandangan kebangsaan masa Soekarno. Masa ini adalah jaman di mana paham kebangsaan atau nasionalisme digunakan sebagai alat utama melawan kolonialisme dan imperialisme, khususnya Inggris dan Amerika. Belanda telah angkat kaki dari tanah air Indonesia meninggalkan sekutu yang kelak menjadi musuh utama negara yang baru merdeka ini. Malaysia dikendalikan Inggris, sehingga Soekarno menyebutnya negara boneka tanpa konsepsi. Singapura pun demikian, dibuat inggris sebagai lalu lintas perdagangan dalam rangka menguntungkan bagi bangsa Inggris dan sekutu. 

Begitupun usaha Soekarno menggaungkan Irian Barat sebagai bagian dari Indonesia, menunjukan sikap penyatukan keragaman budaya. Irian Barat diperhitungkan oleh Soekarno, semata untuk menjauhkan pengalaman seperti yang terjadi di Australia, di mana suku Aborogin mendapat perlakuan sangat diskriminatif oleh bangsa koloni yaitu Inggris raya. Padahal Inggris datang ke Australia hanya sebagai tempat pembuangan para kriminal kelas kakap di Inggris, namun kemudian, bangsa asli Aborigin dilenyapkan begitu saja.

Pengalaman semacam ini perlu dihindarkan. Irian Barat, tanah Papua tidak menjadi ajang penjajahan baru oleh bangsa kulit putih. Soekarno menyatukan pandangan berbangsa, jauh melampaui jaman. Nasionalisme sebagai paham menolak penindasan atas ras, suku dan setimen etnisitas. Sebuah bangsa bisa dibangun asalkan punya kesadaran untuk maju dan merdeka. Kemerdekaan dan kedaulatan adalah syarat utama untuk maju.

Satu masa telah berlalu, di mana penjajahan secara langsung sudah disingkirkan. L’ exploitation d’ homme par homme, l’ exlpoitation nation par nation, tidak dibenarkan sampai kapan pun. Jalan revolusi adalah cara terbaik melawan penjajah berkuasa selama-lamanya. Tidak ada alasan bagi suatu negeri menjajah negeri lain. Merampas dan menindas negeri lain. 

Kemerdekaan republik indonesia 17 Agustus 1945 menjadi momentum perubahan di banyak sudut, terutama dalam hati bisa berkata bahwa perjuangan yang selama ini diperjuangkan bisa berhasil. Proklamasi kemerdekaan sebagai jembatan emas mencapai cita-cita luhur bangsa Indonesia. Harapan yang terkandung dalam pembukaan UUD 45 adalah pokok perjuangan selanjutnya.

Nasionalisme Kini
Umumnya, nasionalisme dimengerti sebagai paham politik untuk menyatukan dan menyadarkan rakyat tentang hakikat berbangsa. Satu nasib, satu jiwa satu tanah air sepenanggungan dijalani dengan lapang hati. Penuh gelora perjuangan, itulah yang ditanamkan bapak pendiri negeri ini. Rela mengorbankan sesuatu yang paling berharga dalam hidup, di sanalah arti pengorbanan dalam perjuangan. Bahwa hidup sekalipun dikorban demi sesuatu yang amat berharga bagi kelangsungan hidup berbangsa di kemudian hari. Nasionalisme, rasa cinta pada tumpah darah dan negeri sendiri adalah yang utama. Demikian pemahaman yang perlu dibangun oleh generasi kemudian. 

Bahwa perjuangan itu diwariskan, dari generasi sebelumnya ke generasi selanjutnya, sebagai bukti luhurnya semangat satu nasib satu jiwa. Perlu ada semacam pendidikan yang terorganisir dengan baik sebagai cara mutlak bagi hidup berbangsa dan bernegara. Bedirinya organisasi yang turut berjuang melawan penjajahan, mulai dari pendidikan hingga perlawanan langsung dengan berperang secara fisik, itulah isyarat adanya kemauan bersama menolak hidup yang kuasai bangsa lain. 

Soekarno digulingkan oleh kekuasaan militer. Soeharto berada di pucuk kepemimpinan nasional. Kekuatan militer terkonsolidasi sedemikian kuat. Adanya antagonisme politik, di mana kekuasaan dipusatkan pada kepentingan militer dan kekuasaan ekonomi dikelola dengan model konglomerasi, kekuatan sumber daya ekonomi dimiliki segelintir orang. Adanya sikap politik soekarno yang dianggap tercela, dimanfaatkan untuk menjatuhkan kekuasaan soekarno yang sah. Rezim politik berganti, baju nasionalisme berganti.[3]  

Soeharto menjalankan otoriatarianisme kekuasaan. MPR berada di bawah bayang-bayang pengaruhnya. Nasionalisme ditafsirkan oleh penguasa politik menyesuaikan dengan kepentingannya. Rabun paham kebangsaan terjadi dalam kurun 30 tahun lebih, bahkan hingga kini. Terjadilah krisis paham kebangsaan antara rakyat dan negara. Dan reformasi adalah saat untuk memulihkan paham kebangsaan sebagaimana mestinya. Oleh generasi baru yang sesungguhnya memiliki cakrawala pemahaman yang baru pada bangsanya.

Era reformasi sebagai tonggak perubahan sosio politik nasional. Krisis ekonomi menyebabkan perubahan regulasi kekuasaan. Mahasiswa dan rakyat bersatu menjatuhkan kekuasaan paling otoriter di asia. Nasionalisme yang sempat mengalami krisis mulai bangkit sedikit demi sedikit untuk melawan perilaku politik yang menindas kemerdekaan rakyatnya sendiri. Usaha bersama untuk memulihkan tanah air yang rapuh karena kekuasaan sewenang-wenang selama 3 dekade. Isyarat perubahan untuk memulihkan paham kebangsaan bisa dilakukan melalui beragam cara, baik sadar maupun tidak disadari. Berikut beberapa faktor perubahan tersebut. 

Beberapa faktor penting tentang keterbukaan pemahaman arti sebuah bangsa, bisa melalui media informasi, aktifitas kemasyarakatan dan pendidikan, usaha ekonomi, kebudayaan dan perpolitikan. 

a.       Keterbukaan Informasi
Hadirnya abad informasi merupakan pertanda penting bagi horison perubahan sosial. Keberadaan sesuatu yang sebelumnya belum bisa diketahui kini bisa diakses, langsung dan cepat. Nasionalisme masa pergerakan nasional yang dipahami oleh ben anderson adalah nasionalisme oleh kapitalisme cetak. Bangkitnya pemahaman berbangsa dibarengi oleh berkembangnya pertumbukan industri penerbitan yang berisi berita tentang persoalan yang dihadapi oleh rakyat indonesia. Maka itu, Ben menyebutnya sebagai Imagined Community, “Komunitas yang Dibayangkan”. 

Bertolak dari tesis Ben Anderson itulah, kecenderungan informasi memiliki titik sentral dalam pembentukan pemahaman tentang paham berbangsa.[4] Ada agen yang membunyikan nasionalisme sehingga tersebar luas. Media internet memungkinkan revolusi pengetahuan dalam skala lebih massif dan mudah dicerna.

Dari beragam perspektif nasionalisme yang muncul di tengah kehidupan, memungkinkan beredarnya perdebatan oleh rakyat yang bisa mengakses media informasi tersebut. Keterbukaan informasi laksana pedang bermata dua. Satu bagian bisa digunakan untuk menguatkan pemahaman dan sadar berkebangsaan, namun di bagian berikutnya bisa saja menghancurkan paham nasionalisme itu sendiri, atau setidaknya mengubah paham menjadi internasionalisme. Batas-batas sebagai pemisah bisa ditabrak oleh perangkat informasi dan kecanggihan mengoperasikannya. 

b.      Aktivitas Kemasyarakatan dan Pendidikan
Olahraga menjadi bagian dari nasionalisme berupa kompetisi secara sportif. Persaingan niscaya terjadi ketika dalam pertandingan, tim kesebelasan Indonesia melawan Malaysia, misalnya. Api nasionalisme menguat meski sesaat. Bak jamur di musim hujan, jalan raya bisa bernuansa merah putih. Mulai kaos hingga lambang kenegaraan digunakan sebagai aksesoris. Demikian suasana sewaktu pertandingan berlangsung heboh. Nasionalisme menubuh sebagaimana baju kokoh atau kopiah digunakan sebagai identitas keagamaan. Lantas bisa saja dikatakan bahwa kenyataan semacam itu hanyalah kulit belaka. Nasionalisme hadir dari sanubari yang berkobar, semata bukan di kulit saja. Silahkan saja buktikan, apa yang hadir dalam dada setiap orang yang tangah menonton, bahkan pemainnya sekalipun.

Bidang yang tidak mungkin dilupakan adalah pendidikan. Bidang ini tidak bisa ditinggalkan begitu saja sebagai ukuran perubahan sosial. Nasionalisme hadir di lapangan pendidikan, bisa diciptakan dengan pendidikan. Melalui pendidikan formal maupun non formal, agaknya memang meniscayakan pentingnya kesadaran berbangsa. Bapak pendidikan nasional, Ki Hajar Dewantara melihat beberapa hal penting dalam pendidikan. Terutama sekali letak pendidikan adalah di tiga bagian; yaitu rumah, sekolah dan lingkungan terdekat di mana kehidupan seseorang berlangsung. Yang utama adalah pendidikan di rumah. Kedekatan hubungan dan perilaku sejak lahir dibangun di rumah. Melalui keteladanan, seseorang bisa belajar lebih baik tanpa paksaan atau pemahaman sempit. Letak pendidikan tidak hanya di sekolah melainkan terutama sekali di luar sekolah.

c.       Usaha Ekonomi
Di antara faktor penyebab lainnya adalah kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi yang memunculkan semangat nasionalisme adalah persaingan bisnis antara pihak pemodal asing dengan pemodal dalam negeri. Pun dalam peningkatan usaha menyejahterakan rakyat, kepemilikan oleh negara untuk memenuhi hajat hidup rakyat melalui BUMN. Kepentingan modal bangsa lain, diberikan kesempatan oleh negara dalam batas tertentu kerap membawa dampak tidak menguntungkan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Oleh beberapa pihak misalnya, membiarkan pasar tradisional dikalahkan kegiatan bisnis swalayan modern. Mbok Minah bersaing dengan Indomart. Toko Mas Joko bertanding dengan Alfamart. Mbok Minah dan Mas Joko ditariki pajak untuk membiayai kehidupan bernegara, membangun dan memajukan negara. Namun, pada saat bersamaan, pedagang kecil tradisional tercekik karena beberapa pihak dalam negara ini menghalalkan praktik penjajahan para pemodal swalayan modern tersebut. 

Era globalisasi berekses pada kenyataan masuknya produk impor secara terbuka. Bahan kebutuhan pokok maupun kebutuhan rumah tangga lainnya. Beras dan buah-buahan, gandum dan gula, biasa dijadikan untuk pertukaran tersebut. Padahal, jika usaha memaksimalkan produksi dalam negeri ditingkatkan, kebutuhan semacam itu bisa memenuhi bangsa sendiri tanpa harus impor dari negeri lain. Dengan impor beras oleh para cukong menyebabkan sulitnya para petani mendapatkan keuntungan penjualan hasil buminya. Para nelayan mencari ikan di lautan berkompetisi dengan pemilik alat canggih penangkap ikan. Padahal, cara tradisional sebagai upaya menjaga kelestarian alam. Alat yang canggih biasanya berakibat pada penangkapan berlebihan sehingga merusak tatanan ekosistem di lautan. 

Alangkah naifnya, persaingan dagang yang dialami oleh rakyat dibiarkan. Proteksi oleh pihak yang berwajib, dalam hal ini adalah negara, bertanggung jawab memayunginya sehingga rasa kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh generasi selanjutnya bisa dirasakan rakyat seutuhnya. Kemerdekaan sebagai fakta adanya kedaulatan, berikutnya memunculkan perasaan cinta pada bangsa dan tanah air. Terutama sekali, nasionalisme harus tumbuh di kalangan yang mengerti adanya kecurangan dan ketidakadilan. 

d.      Kebudayaan
Aspek lebih luas yang melingkupi kehidupan berbangsa dan bernegara adalah kebudayaan. Kebudayaan apa yang dimaksud? Tentu saja, nasionalisme dihidupkan untuk menghadapi kebudayaan penghambat laju perbaikan oleh rakyat. Negara bisa hancur, tapi kebudayaan akan tetap hidup. Berlalunya perjalanan sejarah, meninggalkan jejak berupa praktik keseharian. Kenyataan yang terpendam dalam kurun waktu sekian lama, memunculkan spirit baru. Dari manakah kesadaran sabang hingga merauke sebagai kesatuan organis? Idealisasi masa Majapahit oleh Soekarno dijadikan untuk menegaskan adanya kebudayaan dan kesatuan administratif menjadi negara Indonesia. 

Kebudayaan nasionalis adalah kebudayan yang mencintai bangsa dan tanah air. Beragam daerah bersatu menjadi bangsa indonesia. Kehendak hidup bersama diiringi saling membantu dan gotong royong. Dengan inilah negara republik indonesia bisa hidup dan tumbur bersemi. Bahasa dari beragam daerah memiliki keragamannya masing-masing. Sangat berbeda antarsuku yang satu dengan suku lainnya. 

Kesusastraan juga bagian aspek membangun kesadaran berbangsa. Karakter manusia diciptakan oleh budaya. Karya sastra anak bangsa diterjemahkan ke dalam banyak bahasa negara lain, menunjukkan adanya apresiasi sedemikian mendalam dari bangsa lain terhadap bangsa indonesia. Misal novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer dan Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, mendapat  penghargaan dari negeri lain, di mana bangsa lain bisa mengetahui Indonesia melalui karya sastra tersebut. 

Naasnya, sebagai ciri utama penghargaan pada bangsa sendiri, beberapa waktu lalu, suatu tempat bernama Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, terlantar karena kurang biaya dari pemerintah daerah. Hemat penulis, kita harus sadar bahwa pendokumentasian itu penting. Melalui tempat semacam itulah, lembar-lembar perjalanan kebudayaan direkam, disimpan rapih di rak-rak peradaban.[5] Bisa saja berpendapat, tidak terlalu penting, namun bila kita memikirkan nasib generasi selanjutnya, mereka akan bertanya, di manakah catatan bersejarah itu? 

Kebudayaan nasionalisme sebagai upaya praktis memerjuangkan masa depan berbangsa yang lebih baik. Soedjatmoko pernah membahas kebudayaan sosialis. Lantas dia balik bertanya, kebudayaan macam apakah itu? Hingga pada kesimpulan pembahasan dia mengatakan bahwa kebudayaan sosialis adalah budaya yang diciptakan untuk kemakmuran tanah air dan rakyat seutuhnya. Dengan demikian, pertanyaan deduktif tentang macam apa kebuyaan nasionalis itu? Maka jawaban tersebut sudah jelas, bahwa kebudayaan berdasar rasa cinta pada bangsa dan tanah air segenap isinya adalah ciri utama kebudayaan nasionalis. 

e.      Perpolitikan
Pembahasan awal, nasionalisme berkutat pada perkara politik. Namun kini nasionalisme bisa dialami sebagai keseharian praktis yang lahir di keseharian. Beragam cara bisa ditunjukkan karena adanya semangat nasionalisme tersebut. Masa peralihan kekuasaan, nasionalisme terhimpit karena persoalan ekonomi yang menggerogoti sendi-sendi kenegaraan. Realitas politik tidak memberikan angin segar pada perbaikan kehidupan rakyat. 

Perihal utama yang paling bisa dilihat dalam perpolitikan adalah adanya korupsi. Negara semakin rapuh karena korupsi jelas melupakan sesuatu yang dianggap suci, bahkan tuhan sekali pun. Negara harus membersihkan diri dari penyakit yang dideritanya. Kesadaran berbangsa dan bernegara dilupakan, korupsi bisa terjadi begitu saja. Padahal, efek korupsi secara perlahan akan menghancurkan mentalitas dan kehidupan bernegara secara sehat. 

Korupsi mencuri hak orang lain yang bukan menjadi haknya. Sesuatu yang seharusnya digunakan untuk kemaslahatan banyak orang, digunakan untuk kepentingan segelintir orang atas nama kepentingan banyak orang. Membeli suara rakyat dengan uang, hingga mendapat posisi yang menguntungkan, jelas berakibat pada pengelolaan kesadaran nasionalisme. Uang pajak dibayarkan untuk pembangunan digunakan bagi kepentingan segelintir orang, dengan jelas adalah pencurian hak rakyat. Rasa berbangsa dan bernegara sejak kecil perlu dibentuk. Dengan begitu, adanya pengorbanan untuk kepentingan yang lebih besar bisa diwujudkan. Negara yang sehat, menciptakan kehidupan berbangsa juga sehat, adil dan makmur.

Kesimpulan
Nasionalisme tidak dibangun satu hari. Kesadaran mencintai bangsa dan negara perlu ditumbuhkan. Sebagaimana para pejuang rela mengorbankan segala sesuatu untuk kepentingan bangsa dan negara, termasuk rela kehilangan kebahagiaan dan hidupnya, maka itulah teladan sebagai pelajaran berharga. Masa lalu, nasionalisme dipahami untuk melawan bangsa lain yang merampas hak bangsa pribumi, namun kini nasionalisme bisa dipahami dengan beragam pengertian. 

Nasionalisme muncul sebagai ekspresi penolakan terhadap kedzaliman bangsa sendiri. Memperjuangkan sesuatu yang sudah semestinya menjadi hak rakyat pada umumya dan tidak mementingkan kepentingan pribadi dan kelompok. Nasionalisme hadir dalam kenyataan hidup, seperti menghargai kelompok lain yang juga menjadi bagian dari tanah air indonesia, rasa berbangsa dengan mengayomi sesama, gotong royong dan bersolidaritas kuat. 

Rasa nasionalisme bukan hanya milik segelintir elit tertentu melainkan perlu dihidupakan di alam kenyataan. Realitas diciptakan oleh ide. Ide diilhami oleh adanya realitas, maka nasionalisme akan tumbuh sebagaimana realitas itu sendiri yang menciptakannya. Dengan demikian nasionalisme sebagai ide, butuh diciptakan dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Krisis nasionalisme terjadi sebagai bukti akan kehadiran kenyataan yang baru. Pahamilah nasionalisme, maka upaya kesejahtaraan, berkeadilan dan berkeadaban akan tercipta di bumi Indonesia tercinta.
   





[1] Slemet Muljana, Kesadaran Nasional Jilid 1; Yogjakarta; LKIS; 2008
[2] Benedict Anderson, Revolusi Pemuda; Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa 1944-1946; Jakarta; Pustaka Sinar Harapan; 1988
[3] Jeffery Winters, Dosa-Dosa Politik Orba; Jakarta; Djambatan; 1999
[4] Benedict Anderson, Imagined Community; Yogyakarta; Insist Press; 2001
[5] Di bulan Maret hingga Juni, media cetak seperti Kompas, membahas persoalan ini cukup mendalam. Tidak hanya cetak, beberapa media online banyak meliput persoalan ini.

0 komentar:

Posting Komentar