"politics without principle, wealth without work, pleasure without conscience, knowledge without character, commerce without morality, science without humanity, worship without sacrifice." (Seven Social Sins, Mahatma Gandhi - 1925).

Kamis, 20 Oktober 2011

Tikus, Kodok, dan Kucing

Ada kesedihan mendalam jika aku pulang menjelang pagi. Jalanan kota ini adalah arena pembantaian. Bangkai-bangkai tikus bergelimpangan. Tubuhnya ringsek. Ususnya jebol. Moncongnya penyok. Kakinya penggal. Bulunya beterbangan. Nyawa melayang tak jelas nyangkut dimana. Aspal jadi kubur tanpa nisan. Tanpa bunga tertabur. Sonder peziarah.

Sebentar lagi, ribuan ban kembali menggilasnya, tanpa secuil pun belas kasihan. Pergi begitu saja bagai pesawat tempur.

Makhluk pengerat masyhur ini ternyata tak paham seninya nyeberang, mengukur laju kendaraan, dan kecepatan dirinya melintas.

Bagitu pula dengan kodok. Makhluk yang meloncat-loncat ini tak jauh beda nasibnya. Maksud hati hendak nyebrang, apa daya ban menggilasnya. Sretttt… hancur luluh tubuh korodoknya. Gepeng, pengsret dan tak sempat sekarat.

Keduanya mati tanpa dikebumikan sebagaimana mestinya. Tak ada tangis, ucapan bela sungkawa, bendera kuning di gang, upacara khidmat pemakaman, apalagi tahlilan. Dia mengering, jadi abu di jalanan.

Berbeda dengan kucing. Dia lebih beruntung karena mitos. Fatwanya demikian, jika kita menabrak kucing, segeralah kebumikan dengan wajar. Malah ada yang berbunyi demikian, kebumikan dengan kapan baju kesayangan supaya terhindar sial.

Meski mitos sering dihajar banyak orang. Tapi kadang menguntungkan, setidaknya bagi kucing.

2011

Oleh: Abdullah Alawi
Aktivis Forum Studi M@KAR yang sastrawan, menempuh studi Tafsir Hadist, kini bekerja sebagai jurnalis di www.nu.or.id.

0 komentar:

Posting Komentar