"politics without principle, wealth without work, pleasure without conscience, knowledge without character, commerce without morality, science without humanity, worship without sacrifice." (Seven Social Sins, Mahatma Gandhi - 1925).

Sabtu, 22 Oktober 2011

Yahudi bukan Israel dan Yahudi bukan Zionis!

Jika Anda sering googling tentang Yahudi dan Israel, Anda pasti pernah mendengar situs jewsagainstzionism.com dan jewsnotzionists.org. Kedua situs tersebut merupakan wujud dari keseriusan banyak orang Yahudi atau komunitas pecinta Yahudi untuk mengatakan pada dunia bahwa Yahudi bukan Israel, dan Yahudi bukan Zionis.

Di Indonesia, seperti di banyak negara lain, Yahudi, Israel dan Zionisme memang seringkali dicampur-adukkan. Kesalahan ini diduplikasi dan dimultiplikasi begitu saja. Padahal kenyataannya tidak sesederhana itu. Yahudi bukanlah Israel, apalagi Zionisme. Yahudi adalah bangsa dan agama, sementara Israel adalah sebuah negara.

Bahwa Israel adalah negara impian Zionisme yang didirikan oleh dan untuk orang-orang Yahudi, iya. Tapi tidak semua orang Yahudi setuju dengan ide zionisme dan mendukung pendirian negara Israel. Yang jelas, Yahudi bukan negara Israel yang kejam itu.

"Kemenangan Zionis dalam mendirikan negara Israel, banyak ditentang oleh orang-orang Yahudi modern, karena menyimpan banyak masalah dalam maksud dan tujuan," tulis Alan R Taylor, seorang pakar Timur Tengah di Journal of Palestine Studies. Untuk itu, menurut Alan dalam artikelnya yang berjudul "Zionism and Jewish History" harus dibedakan dan diperiksa kembali akar sejarah negara Israel dan latar belakang sejarah kehidupan masyarakat Yahudi Modern.

Stigma negatif tentang Yahudi sangat kental di negeri ini. Umpatan "Yahudi lu!" sering kita dengar sehari-hari, maknanya kurang lebih sama kejinya dengan umpatan "PKI lu!". Repotnya lagi, di Indonesia, tidak ada yang kosa-kata yang membedakan antara Yahudi sebagai suku-bangsa dan Yahudi sebagai agama. Jadi, tidak jelas, apakah agamanya yang dihina ataukah sukunya. Sementara dalam bahasa Inggris, dibedakan antara Jew, Jewish dan Judaism.

Gus Dur pun tak luput dari cap "Yahudi". Sebelum Gus Dur wafat, jika Anda mengetik kata kunci "Gus Dur" pada mesin pencari Google, Anda akan menemukan banyak entry Gus Dur dan Yahudi. Tentu saja, kata Yahudi disini berkonotasi buruk.

Sastrawan dan budayawan Umar Kayam, pernah menulis novel "Jalan Menikung" sebagai lanjutan dari novel terkenal "Para Priyayi". Di "Jalan Menikung", Kayam menceritakan manusia Indonesia yang berjumpa dan memadu kasih dengan anak Yahudi. Dikisahkan juga ketakutan luar biasa keluarga Eko, ketika pertama kali mendengar; Eko akan menikahi Claire Levin, seorang gadis cantik dari kelurga Yahudi totok. Kayam bertutur tentang Yahudi di Amerika secara manusiawi.

Namun stigma itu tidak gampang luntur. Di benak banyak orang Indonesia, Yahudi itu jahat dan seringkali dihubung-hubungkan dengan konspirasi Israel yang luar biasa, yang konon menguasai dunia.

Darimana akar kebencian orang Indonesia terhadap Yahudi sebegitu kuat? Bukankah jika menilik sejarah, orang Indonesia lebih pantas membenci Belanda dan Jepang yang pernah menjadi penjajah di bumi pertiwi?

Dari folklore, kita pernah mendengar kisah seorang Yahudi bernama Judas di Surabaya. Judas orang yang suka bicara dan ngomel. Warga di sana tidak suka dengan omelan Judas. Namanya kemudian diabadikan masyarakat untuk menyebut orang yang suka ngomel "Judes."

Tentu kisah ini tidak cukup beralasan untuk membenci Yahudi. Tapi kita masih mendapati propaganda-propaganda anti-Yahudi, melalui selebaran-selebaran sampai khutbah Jumat. Sering dibacakan "lan tardlo 'anka-l-yahuudu wa laa-n-nashara hatta tattabi'a millatahum yang kurang-lebih artinya" "tidak akan pernah suka ummat Yahudi dan umat Kristiani kepadamu, sampai kau ikuti agama mereka”.
Indonesia, sebagai negara yang merdeka, mendapat pengakuan kedaulatan pertama-tama dari negara-negara Liga Arab. Ketika itu, hubungan Dunia Arab masih sangat panas dengan negara baru Israel. Konon, sebagai sebagai imbalan kepada negara-negara Arab, Indonesia tidak boleh mengakui keberadaan Israel secara de jure. Hingga kini, Indonesia dan Israel tidak punya hubungan diplomatik. Sementara negara-negara Arab sudah. Petenis Yayuk Basuki, pernah merasakan akibatnya: tidak bisa main di Jerussalem Open.

Penolakan terhadap hubungan dengan Israel, dikuatkan dengan landasan normatif "Kemerdekaan adalah hak segala bagsa. Oleh sebab itu, maka penjajahan di atas bumi harus dihapuskan. Karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan" yang tertera pada Preambule UUD 1945. Bagi kita dan diamini awam kemudian, Israel adalah penjajah Palestina.

Mantan Presiden Gus Dur, pernah mewacanakan pembukaan hubungan diplomatik dengan Israel. Reaksi publik sangat keras, penolakan besar-besaran dimana-mana. Padahal, Gus Dur hanya berusaha membuka beberapa kanal hubungan perdagangan saja, bukan hubungan diplomatik sesungguhnya.

Selamat memperingati dan merayakan Hari Ulang Tahun (Kemerdekaan?), Israel.


Tulisan ini pernah dipublikasikan Rakyat Merdeka Online, Sabtu, 14 Mei 2011

0 komentar:

Posting Komentar